Bismillaah...
Melihat fenomena
saat ini, dimana banyak kita dapati kaum muslimin yang sholat tidak menggunakan
penutup kepala, seperti peci, kopiah, sorban dan lainnya maka tentu muncul
dibenak hati kita apa hukum sholat tanpa menggunakan penutup kepala?
Merujuk kepada
kitab yang ditulis oleh Syaikh Mashur Hasan Salman yang berjudul al-Qoulul
Mubiin fii Akhtoo-il Musholliin (yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
dengan judul Ensiklopedi Kesalahan Dalam Sholat) maka beliau menuturkan (saya
ringkas seperlunya):
“Kaum laki-laki
boleh mengerjakan sholat dengan kondisi kepala terbuka tanpa penutup kepala,
karena kepala bukan aurat bagi laki-laki. Meski demikian, yang lebih utama
adalah sholat dengan berpakaian sempurna dan layak. Termasuk kesempurnaan dalam
hal ini adalah mengenakan penutup kepala yang umum dipakai masyarakat setempat,
seperti sorban dan kopiah.
Akan tetapi,
perlu diketahui bahwa mengerjakan sholat dengan tidak menggunakan penutup
kepala tanpa udzur hukumnya makruh. Terutama ketika melaksanakan sholat fardhu
dan terlebih lagi pada waktu sholat berjama’ah.
Syaikh al-Albani
berpendapat: “Menurutku, makruh bagi laki-laki mengerjakan sholat tanpa
mengenakan penutup kepala. Sebab sudah sama-sama dimaklumi bahwa setiap Muslim
dianjurkan untuk mengerjakan sholat dengan penampilan terbaik dan Islami,
berdasarkan hadits Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam:
“...Karena
Alloh adalah Dzat yang paling berhak untuk menjadi tujuan berhias diri”. (Permulaan hadits di atas adalah: “Jika salah seorang dari
kalian mengerjakan sholat, maka hendaklah dia memakai dua potong bajunya. Alloh
adalah Dzat yang paling berhak untuk menjadi tujuan berhias diri”.).
Membiarkan
kepala terbuka bukanlah kebiasaan yang baik dalam pandangan orang-orang sholeh
terdahulu. Demikian pula ketika berada dijalan atau masuk ke tempat ibadah.
Bahkan ia termasuk kebiasaan non-Muslim yang diimport ke negara-negara Islam
pada masa penjajahan orang-orang kafir. Mereka membawa adat dan kebiasaan yang
buruk lantas kaum Muslimin mengikutinya. Akibatnya lunturlah identitas
keislaman mereka. Kebiasaan ini tidak dapat dijadikan alasan untuk menyelisihi
kebiasaan umat Islam pada masa lalu, apalagi sampai dijadikan dasar pembolehan
sholat tanpa menggunakan penutup kepala.
Adapun
dalil yang dipakai saudara-saudara kita di Mesir, yaitu mengqiyaskan dengan
jama’ah haji yang tidak menutup kepalanya ketika mereka berihram, tentu ini
merupakan qiyas yang keliru. Sebab tidak menutup kepala saat berhaji adalah
bagian dari syari’at Islam, bahkan hanya diperintahkan hanya pada ibadah haji
saja. Andaipun qiyas mereka benar, maka laki-laki wajib mengerjakan sholat
dengan kepala terbuka sebagaimana ketika berhaji. Mereka tentu tidak bisa lari
dari kesimpulan hukum seperti ini. Alhasil, mereka harus meralat qiyas
tersebut, semoga mereka berkenan melakukannya”. [Tamaamul Minnah fiit
Ta’liiq ‘alaa Fiqhis Sunnah (hal. 164-165)].
Saudaraku,
ketahuilah bahwasanya tidak ada satu dalil pun yang menyatakan Rosululloh
shallallohu ‘alaihi wasallam pernah mengerjakan sholat -kecuali dalam kondisi
sedang berihram- dengan kepala terbuka tanpa ditutupi sorban. Apabila beliau
pernah berbuat demikian tentu banyak riwayat yang menegaskannya. Jadi, siapa
saja yang berpendapat sebaliknya maka harus mengutarakan dalil. Sungguh,
kebenaran lebih layak untuk diikuti. [Ad-Diinul Khoolish (III/214)].
Hal
penting lainnya yang perlu ditekankan adalah sholat seorang Muslim tanpa
penutup kepala hukumnya makruh (dibenci), adapun sholatnya tetap sah,
sebagaimana dijelaskan al-Baghowi dan ulama lainnya. Jadi, sangat keliru
apabila ada orang yang menolak untuk bermakmum dengan orang yang tidak
menggunakan penutup kepala. Meskipun memang, orang yang sholat dengan
menggunakan penutup kepala lebih utama karena telah melengkapi syarat-syarat
kesempurnaan ibadah ini, disamping telah meneladani sunnah Nabi shallallohu
‘alaihi wasallam”.
Saudaraku,
begitu beratkah dirimu untuk sholat menggunakan penutup kepala (peci, kopiah,
surban dan lainnya), sehingga engkau bermudahan dengan sholat tanpa
menggunakannya? Jikalau kita akan menghadap dosen penguji atau presiden maka
tentu kita akan menggunakan pakaian terbaik dan mempersiapkan segalanya, maka
sudah sepantasnya ketika seorang hamba menghadap Robbnya (yang telah
menciptakannya, memberi rezeki kepadanya), ia menggunakan pakaian yang paling
baik dan disukai oleh Robbnya yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.
Walloohul
Muwaffiq.
Senin, 20 Robi'ul Akhir 1439H / 8 Januari 2018
Sambas Sunnah